Friday, July 18, 2025

TAN MALAKA BAGIAN 2

Ketertarikan Mendalam terhadap Komunisme dan Pertemuan-Pertemuan Penting di Belanda**


Setelah Revolusi Bolshevik di Rusia tahun 1917 yang menjadi inspirasi besar bagi gerakan komunisme dunia, Tan Malaka semakin giat mempelajari ideologi komunisme. Ia membaca habis karya-karya besar tokoh seperti Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin yang menekankan kesetaraan ekonomi dan pembebasan kaum tertindas. Di Belanda, Tan Malaka juga aktif menghadiri berbagai forum dan diskusi politik tentang pembebasan bangsa-bangsa terjajah. Dalam salah satu diskusi, ia bertemu dengan Snoek Hor Grunby, seorang profesor Jerman yang menetap di Belanda, yang kemudian menawarkan pekerjaan kepada Tan Malaka sebagai guru untuk anak-anak Belanda.


### ** Tawaran Menjadi Guru dan Kenangan Akan Kampung Halaman**


Tawaran menjadi guru sempat menggoyahkan niat Tan Malaka untuk menyelesaikan pendidikannya. Namun, ia teringat perjuangan para tokoh kampungnya, termasuk Gur Horenz yang telah membantunya berangkat ke Belanda. Hal itu membuatnya menolak tawaran Snoek dengan tekad kuat untuk tetap setia pada cita-cita perjuangannya bagi bangsa.


### **Pertemuan dengan Suwardi Suryaningrat dan Tokoh-Tokoh Komunis**


Pada tahun 1917, Tan Malaka bertemu Suwardi Suryaningrat (Kihajar Dewantara) yang memintanya mewakili organisasi *Indiesverening* dalam Kongres Pemuda dan Pelajar di Belanda. Di sana pula, Tan Malaka terlibat dalam diskusi yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh komunis Belanda seperti Heng Sniflet dan Wezing yang sangat memengaruhi pemikirannya.


### ** Inspirasi dari ISDV dan Munculnya Tekad Kemerdekaan**


Dalam salah satu diskusi, Sniflet yang baru kembali dari Hindia Belanda menceritakan pendirian ISDV (Indies Social Democratic Association) – cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Cerita itu membangkitkan kesadaran Tan Malaka akan perlunya kemerdekaan bagi tanah airnya dan menguatkan keinginannya untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.


### **Kembali ke Tanah Air dan Tawaran Mengajar di Sumatera**


Setelah enam tahun belajar di Belanda dan terlibat dalam berbagai perdebatan ideologis, Tan Malaka menerima tawaran Dr. Jensen untuk menjadi guru di Sekolah Senembah di perkebunan buruh kontrak Tanjung Morawa, Sumatera Timur. Ia pulang ke Indonesia pada November 1919 dengan ijazah diploma guru (halpes), meskipun gagal mendapatkan ijazah guru kepala (halfdak) karena kendala kesehatan.


### ** – Realita Kelam Buruh Perkebunan dan Semangat Perlawanan**


Pada Desember 1919, Tan Malaka resmi mengajar anak-anak buruh perkebunan teh dan tembakau. Realitas yang ia temukan sangat jauh dari harapan. Para buruh hidup dalam ketertindasan: dibayar rendah, buta huruf, tertipu, dan dipaksa bekerja di bawah sistem kapitalis yang menindas. Tan Malaka menyebut tempat itu sebagai “surga kapitalis tapi neraka bagi proletar.” Ia merasa terpanggil untuk mengubah nasib para buruh, namun menghadapi banyak pertentangan dari kalangan Belanda.


### **Konflik dengan Belanda dan Tuduhan Penghasutan**


Sepanjang pengabdiannya hingga 1921, Tan Malaka kerap berselisih paham dengan otoritas Belanda, terutama dalam empat hal: diskriminasi rasial, pendidikan anak buruh, kebebasan pers, dan kedekatannya dengan buruh. Ia dituduh menghasut karena menulis artikel di *Sumatera Post* dan kedekatannya dengan pemimpin pemogokan buruh.


### ** Kedekatan dengan ISDV dan Dinamika Organisasi**


Tan Malaka mulai tertarik untuk bergabung dengan ISDV, organisasi yang dibentuk oleh kaum buruh dan menganut ideologi Marxis. ISDV berjuang agar tanah dan alat produksi tidak dimonopoli oleh pemilik modal. Meskipun organisasi ini sempat ditindas keras oleh Belanda dan para pemimpinnya diasingkan, gerakan ini masih mendapat simpati, terutama dari Serikat Islam di Surabaya dan Solo yang saat itu dipimpin oleh Semaun dan Darsono.


### **Perubahan ISDV dan Perpindahan Tan Malaka ke Jawa**


ISDV akhirnya berkembang menjadi organisasi yang didominasi oleh kaum pribumi muslim dan pada tahun 1920 berubah nama menjadi Partai Komunis Hindia. Pada Februari 1921, Tan Malaka meninggalkan Delhi menuju Jawa. Ia sempat menolak tawaran dari gurunya, Horenzma, untuk bekerja di Jakarta karena ingin mendirikan lembaga pendidikan sendiri. Ia lalu berangkat ke Yogyakarta dan menghadiri Kongres Serikat Islam yang berlangsung dari 2–4 Maret.


### **Menuju Semarang dan Persiapan Mendirikan Sekolah**


Di Kongres tersebut, Tan Malaka bertemu dengan tokoh-tokoh besar seperti Hos Cokroaminoto, Agus Salim, dan Semaun. Ia juga sempat ditawari untuk memimpin lembaga pendidikan oleh Sutopo, namun ia memilih tawaran Semaun untuk mendirikan sekolah rakyat di Semarang. Peneliti Jepang, Noriaki Oshikawa, dalam artikelnya di *Kompas* menguatkan bahwa Tan Malaka memang bersiap untuk membangun sekolah rakyat sebagai bagian dari perjuangannya untuk membebaskan bangsa melalui pendidikan.


---

No comments:

Post a Comment