### **Pendidikan Rakyat dan Sekolah Progresif Tan Malaka
Di Semarang, Tan Malaka mendirikan sekolah rakyat yang ditujukan bagi anak-anak dari Serikat Islam. Sekolah ini langsung menarik perhatian dengan 50 murid di angkatan pertamanya. Melalui brosur kecil, Tan Malaka menjelaskan dasar serta tujuan pendidikan yang ia gagas: mendidik murid bukan untuk menjadi juru tulis seperti sekolah pemerintah kolonial, melainkan menjadi individu yang bisa mandiri secara ekonomi sekaligus berjuang bersama rakyat. Konsep pendidikan yang progresif ini dengan cepat menyebar dan mendapat permintaan dari luar Semarang.
---
### **Ekspansi Pendidikan dan Aktivisme Buruh
Karena permintaan sekolah cabang terus meningkat, Tan Malaka membuka kelas khusus bagi siswa kelas lima untuk dilatih menjadi guru. Setelah jumlah guru cukup, ia mendirikan sekolah baru di Bandung dengan kapasitas sekitar 300 murid. Dana pembangunan diperoleh dari donasi anggota Serikat Islam. Selain mengajar, Tan Malaka aktif dalam berbagai serikat buruh seperti tambang minyak, rel kereta, dan percetakan, memperjuangkan hak-hak pekerja melalui jalur intelektual dan organisasi.
---
### **Ketegangan Ideologi di Dalam Serikat Islam
Kolaborasi antara Serikat Islam dan Partai Komunis Hindia mengalami keretakan karena perbedaan ideologis. Kelompok Islam konservatif menganggap pandangan komunis tidak sesuai dengan syariat. Meski Tan Malaka menganggap hal itu tak perlu menjadi persoalan besar, perbedaan pandangan ini tidak bisa dijembatani. Kongres Serikat Islam ke-6 memutuskan untuk memisahkan Partai Komunis Hindia dari kepengurusan Serikat Islam, menjadikannya organisasi independen dengan Samuen sebagai ketua baru.
---
### **Radikalisme Tan Malaka dan Penangkapan
Di bawah kepemimpinan Samuen, Partai Komunis Hindia lebih berhati-hati. Sebaliknya, Tan Malaka mengambil pendekatan lebih radikal dan frontal terhadap Belanda. Ketika Samuen ke Moskow untuk konferensi, Tan Malaka mengambil alih arah partai. Ia memimpin demonstrasi buruh dan pedagang pegadaian pada akhir 1921, yang sukses besar. Popularitas dan pengaruh Tan Malaka meningkat drastis, hingga pemerintah kolonial merasa terganggu dan memutuskan untuk menangkapnya. Tan Malaka ditangkap di Bandung pada 13 Februari 1922 dan diasingkan ke Belanda sebulan kemudian, pada usia 25 tahun.
---
### **Petualangan Politik di Eropa dan Dunia
Pengasingan justru membuka petualangan internasional bagi Tan Malaka. Ia hidup seperti agen intelijen, berpindah-pindah negara dengan identitas berbeda, menjadi buronan internasional. Di Belanda, ia disambut oleh Partai Komunis Belanda dan menjadi kandidat parlemen, namun gagal karena usianya masih muda. Ia lalu melihat peluang di Jerman yang pasca-Perang Dunia I tengah tertarik pada komunisme. Pada Juli 1922, Tan Malaka pindah ke Berlin dan bertemu Darsono, yang mengajaknya bergabung dengan Komintern dan pindah ke Moskow.
---
### **Pertemuan dengan Bung Hatta dan Kepindahan ke Moskow
Sebelum ke Moskow, Tan Malaka sempat bertemu Bung Hatta di Berlin, setelah diundang oleh Darsono. Dalam diskusi mereka, Hatta menanyakan pandangan Tan Malaka tentang kediktatoran proletariat. Tan Malaka menekankan bahwa kaum buruhlah yang akan menegakkan keadilan menuju sosialisme. Setelah lima hari diskusi mendalam, Tan Malaka berangkat ke Moskow dan mengikuti pendidikan Partai Komunis. Pada Kongres Komintern keempat, ia mengejutkan dunia dengan pidatonya yang menyarankan Komintern bersatu dengan dunia Islam untuk melawan penindasan global.
---
### **Penugasan di Asia dan Gagasan "Menuju Republik Indonesia"
Pidatonya di Kongres disambut serius oleh pimpinan Komintern, dan pada 1923 Tan Malaka ditugaskan menjadi agen Komintern di Asia Tenggara, berbasis di Canton (Guangzhou), Tiongkok. Di sana, ia bertemu Sun Yat Sen dan menulis buku *“Naar de Republiek Indonesia”* (*Menuju Republik Indonesia*) tahun 1924. Buku ini menjadi karya pertama yang menyebut secara eksplisit istilah "Republik Indonesia" dan berisi strategi perjuangan kemerdekaan Hindia Belanda, serta ramalan tentang konflik Jepang-Amerika di Pasifik sebagai peluang revolusi Indonesia.
---
### **Warisan Intelektual yang Menginspirasi Kemerdekaan
Buku Tan Malaka tersebut kemudian dikirim ke Bung Hatta di Belanda dan menjadi inspirasi besar bagi banyak pemimpin muda Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, dan Nasution. Isinya bukan hanya analisis politik global, tetapi juga cetak biru kemerdekaan Indonesia. Ramalan Tan Malaka tentang Perang Pasifik terbukti benar dan menjadi bagian dari Perang Dunia II. Konflik itu memberi peluang emas bagi para tokoh nasional untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, 16 tahun setelah gagasan Tan Malaka ditulis.
---
No comments:
Post a Comment