Friday, July 18, 2025

TAN MALAKA BAGIAN 4

### Strategi Revolusi dari Luar Negeri (Tahun 1925–1926)




Meski tidak lagi berada di Hindia Belanda pada tahun 1925–1926, Tan Malaka tetap aktif berjuang dari luar negeri. Ia berpindah-pindah antara Cina, Manila, dan Singapura, tetapi tetap menjalin komunikasi intensif dengan rekan-rekan seperjuangan di Nusantara. Ketika mendengar adanya rencana pemberontakan yang sedang dipersiapkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), ia menyatakan ketidaksepakatannya. Menurut Tan Malaka, kondisi sosial di Hindia Belanda saat itu belum matang untuk sebuah pemberontakan besar seperti yang dilakukan di Uni Soviet. Saat berada di Tokyo, ia menerbitkan risalah berjudul *Semangat Muda* untuk menyampaikan pandangannya terkait strategi perjuangan yang lebih matang dan terorganisir.


---


### Risalah "Massa Aksi" dan Kritik terhadap Rencana PKI




Pada tahun 1926, ketika Tan Malaka berada di Manila, ia kembali mengeluarkan risalah penting berjudul *Massa Aksi*. Dalam risalah ini, ia menekankan bahwa perjuangan harus dilandasi oleh strategi yang tepat, serta dilakukan secara terarah dan terorganisir. Risalah tersebut ditujukan kepada para pemimpin PKI, khususnya Alimin dan Muso, yang berencana melakukan pemberontakan terhadap Belanda pada November 1926 dan Januari 1927. Sayangnya, seruan dan peringatan Tan Malaka diabaikan oleh keduanya. Alasan yang digunakan adalah karena Tan Malaka tidak memiliki garis lurus secara organisasi dengan PKI, sehingga pendapatnya dianggap tidak relevan. Namun sebenarnya, Tan Malaka menolak rencana pemberontakan bukan tanpa dasar; ia menilai bahwa strategi yang digunakan sangat tidak sesuai dengan situasi sosial politik di Hindia Belanda saat itu. Menurutnya, keberhasilan revolusi hanya mungkin dicapai jika ada dukungan luas dari rakyat.


---


### Pentingnya Koordinasi dan Persatuan dalam Gerakan Revolusioner




Tan Malaka menegaskan bahwa keberhasilan revolusi hanya bisa diraih jika ada persatuan yang kuat dari seluruh kekuatan masyarakat. Risalah *Massa Aksi* menyampaikan bahwa koordinasi dalam gerakan revolusioner adalah hal yang mutlak, dan koordinasi tidak mungkin terbentuk tanpa adanya persatuan lintas organisasi dan golongan. Persatuan pun tidak akan tercapai jika masing-masing kelompok hanya mementingkan kepentingan golongan mereka sendiri. Ia menekankan perlunya gerakan yang serentak dan terkoordinasi untuk dapat melumpuhkan kekuatan kolonial. Koordinasi dalam pandangannya menjadi semacam kontrol sekaligus tenaga pendorong bagi arah revolusi.


---


### Mendidik dan Mempersiapkan Massa



Tan Malaka juga menyoroti pentingnya pendidikan politik bagi rakyat. Massa perlu dibebaskan dari sikap apatis dan pandangan primordial yang sempit. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik mereka ke dalam organisasi-organisasi patriotik dan membina kesadaran nasional. Dalam bukunya *Bima Satria Putra* yang berjudul *Perang Tidak Akan Dimenangkan*, disebutkan bahwa Tan Malaka, dari Manila, menyatakan bahwa rencana pemberontakan PKI tidak siap dan keputusan yang diambil oleh para pimpinan PKI bertentangan dengan kondisi nyata di lapangan, termasuk yang dibicarakan dalam pertemuan di Prambanan. Kritiknya mencerminkan keprihatinannya terhadap perjuangan yang gegabah dan tanpa perhitungan matang.


---

TAN MALAKA BAGIAN 3

### **Pendidikan Rakyat dan Sekolah Progresif Tan Malaka 


Di Semarang, Tan Malaka mendirikan sekolah rakyat yang ditujukan bagi anak-anak dari Serikat Islam. Sekolah ini langsung menarik perhatian dengan 50 murid di angkatan pertamanya. Melalui brosur kecil, Tan Malaka menjelaskan dasar serta tujuan pendidikan yang ia gagas: mendidik murid bukan untuk menjadi juru tulis seperti sekolah pemerintah kolonial, melainkan menjadi individu yang bisa mandiri secara ekonomi sekaligus berjuang bersama rakyat. Konsep pendidikan yang progresif ini dengan cepat menyebar dan mendapat permintaan dari luar Semarang.


---


### **Ekspansi Pendidikan dan Aktivisme Buruh 


Karena permintaan sekolah cabang terus meningkat, Tan Malaka membuka kelas khusus bagi siswa kelas lima untuk dilatih menjadi guru. Setelah jumlah guru cukup, ia mendirikan sekolah baru di Bandung dengan kapasitas sekitar 300 murid. Dana pembangunan diperoleh dari donasi anggota Serikat Islam. Selain mengajar, Tan Malaka aktif dalam berbagai serikat buruh seperti tambang minyak, rel kereta, dan percetakan, memperjuangkan hak-hak pekerja melalui jalur intelektual dan organisasi.


---


### **Ketegangan Ideologi di Dalam Serikat Islam 


Kolaborasi antara Serikat Islam dan Partai Komunis Hindia mengalami keretakan karena perbedaan ideologis. Kelompok Islam konservatif menganggap pandangan komunis tidak sesuai dengan syariat. Meski Tan Malaka menganggap hal itu tak perlu menjadi persoalan besar, perbedaan pandangan ini tidak bisa dijembatani. Kongres Serikat Islam ke-6 memutuskan untuk memisahkan Partai Komunis Hindia dari kepengurusan Serikat Islam, menjadikannya organisasi independen dengan Samuen sebagai ketua baru.


---


### **Radikalisme Tan Malaka dan Penangkapan 


Di bawah kepemimpinan Samuen, Partai Komunis Hindia lebih berhati-hati. Sebaliknya, Tan Malaka mengambil pendekatan lebih radikal dan frontal terhadap Belanda. Ketika Samuen ke Moskow untuk konferensi, Tan Malaka mengambil alih arah partai. Ia memimpin demonstrasi buruh dan pedagang pegadaian pada akhir 1921, yang sukses besar. Popularitas dan pengaruh Tan Malaka meningkat drastis, hingga pemerintah kolonial merasa terganggu dan memutuskan untuk menangkapnya. Tan Malaka ditangkap di Bandung pada 13 Februari 1922 dan diasingkan ke Belanda sebulan kemudian, pada usia 25 tahun.


---


### **Petualangan Politik di Eropa dan Dunia 


Pengasingan justru membuka petualangan internasional bagi Tan Malaka. Ia hidup seperti agen intelijen, berpindah-pindah negara dengan identitas berbeda, menjadi buronan internasional. Di Belanda, ia disambut oleh Partai Komunis Belanda dan menjadi kandidat parlemen, namun gagal karena usianya masih muda. Ia lalu melihat peluang di Jerman yang pasca-Perang Dunia I tengah tertarik pada komunisme. Pada Juli 1922, Tan Malaka pindah ke Berlin dan bertemu Darsono, yang mengajaknya bergabung dengan Komintern dan pindah ke Moskow.


---


### **Pertemuan dengan Bung Hatta dan Kepindahan ke Moskow 


Sebelum ke Moskow, Tan Malaka sempat bertemu Bung Hatta di Berlin, setelah diundang oleh Darsono. Dalam diskusi mereka, Hatta menanyakan pandangan Tan Malaka tentang kediktatoran proletariat. Tan Malaka menekankan bahwa kaum buruhlah yang akan menegakkan keadilan menuju sosialisme. Setelah lima hari diskusi mendalam, Tan Malaka berangkat ke Moskow dan mengikuti pendidikan Partai Komunis. Pada Kongres Komintern keempat, ia mengejutkan dunia dengan pidatonya yang menyarankan Komintern bersatu dengan dunia Islam untuk melawan penindasan global.


---


### **Penugasan di Asia dan Gagasan "Menuju Republik Indonesia" 

Pidatonya di Kongres disambut serius oleh pimpinan Komintern, dan pada 1923 Tan Malaka ditugaskan menjadi agen Komintern di Asia Tenggara, berbasis di Canton (Guangzhou), Tiongkok. Di sana, ia bertemu Sun Yat Sen dan menulis buku *“Naar de Republiek Indonesia”* (*Menuju Republik Indonesia*) tahun 1924. Buku ini menjadi karya pertama yang menyebut secara eksplisit istilah "Republik Indonesia" dan berisi strategi perjuangan kemerdekaan Hindia Belanda, serta ramalan tentang konflik Jepang-Amerika di Pasifik sebagai peluang revolusi Indonesia.


---


### **Warisan Intelektual yang Menginspirasi Kemerdekaan

Buku Tan Malaka tersebut kemudian dikirim ke Bung Hatta di Belanda dan menjadi inspirasi besar bagi banyak pemimpin muda Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, dan Nasution. Isinya bukan hanya analisis politik global, tetapi juga cetak biru kemerdekaan Indonesia. Ramalan Tan Malaka tentang Perang Pasifik terbukti benar dan menjadi bagian dari Perang Dunia II. Konflik itu memberi peluang emas bagi para tokoh nasional untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, 16 tahun setelah gagasan Tan Malaka ditulis.


---

TAN MALAKA BAGIAN 2

Ketertarikan Mendalam terhadap Komunisme dan Pertemuan-Pertemuan Penting di Belanda**


Setelah Revolusi Bolshevik di Rusia tahun 1917 yang menjadi inspirasi besar bagi gerakan komunisme dunia, Tan Malaka semakin giat mempelajari ideologi komunisme. Ia membaca habis karya-karya besar tokoh seperti Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin yang menekankan kesetaraan ekonomi dan pembebasan kaum tertindas. Di Belanda, Tan Malaka juga aktif menghadiri berbagai forum dan diskusi politik tentang pembebasan bangsa-bangsa terjajah. Dalam salah satu diskusi, ia bertemu dengan Snoek Hor Grunby, seorang profesor Jerman yang menetap di Belanda, yang kemudian menawarkan pekerjaan kepada Tan Malaka sebagai guru untuk anak-anak Belanda.


### ** Tawaran Menjadi Guru dan Kenangan Akan Kampung Halaman**


Tawaran menjadi guru sempat menggoyahkan niat Tan Malaka untuk menyelesaikan pendidikannya. Namun, ia teringat perjuangan para tokoh kampungnya, termasuk Gur Horenz yang telah membantunya berangkat ke Belanda. Hal itu membuatnya menolak tawaran Snoek dengan tekad kuat untuk tetap setia pada cita-cita perjuangannya bagi bangsa.


### **Pertemuan dengan Suwardi Suryaningrat dan Tokoh-Tokoh Komunis**


Pada tahun 1917, Tan Malaka bertemu Suwardi Suryaningrat (Kihajar Dewantara) yang memintanya mewakili organisasi *Indiesverening* dalam Kongres Pemuda dan Pelajar di Belanda. Di sana pula, Tan Malaka terlibat dalam diskusi yang mempertemukannya dengan tokoh-tokoh komunis Belanda seperti Heng Sniflet dan Wezing yang sangat memengaruhi pemikirannya.


### ** Inspirasi dari ISDV dan Munculnya Tekad Kemerdekaan**


Dalam salah satu diskusi, Sniflet yang baru kembali dari Hindia Belanda menceritakan pendirian ISDV (Indies Social Democratic Association) – cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Cerita itu membangkitkan kesadaran Tan Malaka akan perlunya kemerdekaan bagi tanah airnya dan menguatkan keinginannya untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.


### **Kembali ke Tanah Air dan Tawaran Mengajar di Sumatera**


Setelah enam tahun belajar di Belanda dan terlibat dalam berbagai perdebatan ideologis, Tan Malaka menerima tawaran Dr. Jensen untuk menjadi guru di Sekolah Senembah di perkebunan buruh kontrak Tanjung Morawa, Sumatera Timur. Ia pulang ke Indonesia pada November 1919 dengan ijazah diploma guru (halpes), meskipun gagal mendapatkan ijazah guru kepala (halfdak) karena kendala kesehatan.


### ** – Realita Kelam Buruh Perkebunan dan Semangat Perlawanan**


Pada Desember 1919, Tan Malaka resmi mengajar anak-anak buruh perkebunan teh dan tembakau. Realitas yang ia temukan sangat jauh dari harapan. Para buruh hidup dalam ketertindasan: dibayar rendah, buta huruf, tertipu, dan dipaksa bekerja di bawah sistem kapitalis yang menindas. Tan Malaka menyebut tempat itu sebagai “surga kapitalis tapi neraka bagi proletar.” Ia merasa terpanggil untuk mengubah nasib para buruh, namun menghadapi banyak pertentangan dari kalangan Belanda.


### **Konflik dengan Belanda dan Tuduhan Penghasutan**


Sepanjang pengabdiannya hingga 1921, Tan Malaka kerap berselisih paham dengan otoritas Belanda, terutama dalam empat hal: diskriminasi rasial, pendidikan anak buruh, kebebasan pers, dan kedekatannya dengan buruh. Ia dituduh menghasut karena menulis artikel di *Sumatera Post* dan kedekatannya dengan pemimpin pemogokan buruh.


### ** Kedekatan dengan ISDV dan Dinamika Organisasi**


Tan Malaka mulai tertarik untuk bergabung dengan ISDV, organisasi yang dibentuk oleh kaum buruh dan menganut ideologi Marxis. ISDV berjuang agar tanah dan alat produksi tidak dimonopoli oleh pemilik modal. Meskipun organisasi ini sempat ditindas keras oleh Belanda dan para pemimpinnya diasingkan, gerakan ini masih mendapat simpati, terutama dari Serikat Islam di Surabaya dan Solo yang saat itu dipimpin oleh Semaun dan Darsono.


### **Perubahan ISDV dan Perpindahan Tan Malaka ke Jawa**


ISDV akhirnya berkembang menjadi organisasi yang didominasi oleh kaum pribumi muslim dan pada tahun 1920 berubah nama menjadi Partai Komunis Hindia. Pada Februari 1921, Tan Malaka meninggalkan Delhi menuju Jawa. Ia sempat menolak tawaran dari gurunya, Horenzma, untuk bekerja di Jakarta karena ingin mendirikan lembaga pendidikan sendiri. Ia lalu berangkat ke Yogyakarta dan menghadiri Kongres Serikat Islam yang berlangsung dari 2–4 Maret.


### **Menuju Semarang dan Persiapan Mendirikan Sekolah**


Di Kongres tersebut, Tan Malaka bertemu dengan tokoh-tokoh besar seperti Hos Cokroaminoto, Agus Salim, dan Semaun. Ia juga sempat ditawari untuk memimpin lembaga pendidikan oleh Sutopo, namun ia memilih tawaran Semaun untuk mendirikan sekolah rakyat di Semarang. Peneliti Jepang, Noriaki Oshikawa, dalam artikelnya di *Kompas* menguatkan bahwa Tan Malaka memang bersiap untuk membangun sekolah rakyat sebagai bagian dari perjuangannya untuk membebaskan bangsa melalui pendidikan.


---

TAN MALAKA BAGIAN 1

TOKOH REVOLUSIONER YANG TERLUPAKAN 


---


### 


Di tengah kondisi politik global yang kacau dan tidak menentu, kita buka dengan mengangkat seorang tokoh revolusioner yang disebut sebagai salah satu bapak rakyat Indonesia. Ia adalah sosok yang pertama kali memperkenalkan istilah “Republik Indonesia” di ranah internasional, bahkan jauh sebelum Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan. Tokoh ini hidup dan berjuang dalam bayang-bayang, tanpa banyak diketahui publik, namanya dilupakan seperti nasib hidupnya sendiri yang penuh kesunyian.


---


### 


Tokoh ini bukanlah pejuang yang mencari popularitas. Ia berjuang hampir sendirian demi kemerdekaan Indonesia melalui berbagai cara: menulis buku, membentuk organisasi massa, ikut berperang, hingga akhirnya menjadi buronan internasional karena pandangan politiknya. Dalam pelariannya, ia menggunakan lebih dari 20 nama samaran dan aktif dalam pergerakan revolusioner di negara-negara Asia Tenggara seperti Cina, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Ia sering berbicara di forum-forum internasional, meminta dukungan atas kemerdekaan Indonesia, dan karena kecakapannya berbahasa serta ideologinya yang kuat, ia dikenal oleh tokoh-tokoh komunis dunia. Akibatnya, ia masuk daftar hitam Interpol dan diburu oleh negara-negara kolonial seperti Amerika, Inggris, Prancis, dan Belanda.


---


### 


Tokoh yang dimaksud adalah **Tan Malaka**, seorang revolusioner Indonesia yang menolak kompromi dalam perjuangan. Ia memandang bahwa kemerdekaan harus diperjuangkan dan dipertahankan secara total. Baginya, berdialog dengan penjajah sama saja dengan melegitimasi penjarahan yang telah dilakukan selama ratusan tahun terhadap kekayaan Indonesia.


---


### 


Karena prinsip dan keyakinannya yang teguh, Tan Malaka akhirnya harus meregang nyawa oleh peluru bangsanya sendiri. Meskipun seluruh hidupnya diabdikan untuk kemerdekaan Indonesia, ia menjadi korban konflik internal di masa revolusi pasca-kemerdekaan. Untuk memahami lebih dalam tentang perjuangannya, kisah hidup dan pemikirannya perlu ditelusuri sejak masa kelahirannya.


---


### 


Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Pandan Gadang, Suliki (kini termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat). Nama aslinya adalah **Ibrahim**, namun karena ia berasal dari keluarga semi bangsawan dari garis ibu, ia nantinya akan mendapatkan gelar kebangsawanan, menjadi **Ibrahim Datuk Sultan Malaka**. Ayahnya, H.M. Rasad Chaniago, adalah seorang mantri kesehatan yang bekerja untuk pemerintah daerah dan digaji cukup baik, sementara ibunya, Rangkayo Sina Simabur, berasal dari keluarga terpandang.


---


### 


Ayahnya hanyalah pegawai biasa, tetapi kehidupan keluarganya cukup stabil. Mereka menjalani kehidupan religius yang ketat, menganut ajaran Islam secara puritan. Lingkungan keluarga ini sangat patuh pada perintah agama dan menjalankan syariat Islam secara disiplin.


---


### 


Sejak kecil, Tan Malaka dididik secara religius dan hidup di surau (masjid kecil), hal yang lazim di masyarakat Minangkabau. Di usia lima tahun, ia tinggal di surau dan belajar agama serta pencak silat. Ia tumbuh bersama anak-anak kampungnya dan mulai menunjukkan bakat intelektual sejak usia dini.


---


### 


Di surau, Tan Malaka menunjukkan kecerdasannya. Ia adalah anak yang ceria dan tekun. Ia menghafal Al-Qur'an sejak kecil dan mampu menafsirkannya karena telah menguasai bahasa Arab sebelum usia 10 tahun. Di usia 11 tahun, ia mendaftar ke **Kweekschool**, sebuah sekolah guru di Fort de Kock (kini Bukittinggi).


---


### 


Tan Malaka sangat menikmati masa-masa belajarnya di Kweekschool yang penuh disiplin. Ia unggul dalam bahasa Belanda dan mendapatkan dukungan dari seorang guru Belanda bernama G.H. Horensma, yang melihat bakatnya. Horensma memotivasi Tan Malaka untuk menjadi guru bahasa Belanda. Ia juga dikenal unggul dalam olahraga, khususnya sepak bola.


---


### 


Setelah lima tahun, pada tahun 1913 Tan Malaka lulus dari Kweekschool. Ia mendapatkan gelar Datuk secara resmi dan ditawari pertunangan dengan seorang gadis. Namun, karena ambisinya untuk terus menuntut ilmu, ia hanya menerima gelar dan menolak pertunangan tersebut.


---


###


Upacara adat dilakukan untuk menganugerahkan gelar Datuk, dan sejak itu namanya menjadi lengkap: **Sultan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka**. Ia menjadi kebanggaan kampungnya dan didukung secara kolektif oleh masyarakat untuk melanjutkan studi ke Belanda, mencerminkan tradisi Minangkabau yang mendukung pendidikan serta memiliki iklim intelektual yang kuat.


---


### 


Warga kampung Tan Malaka, termasuk para kakek (engko) berinisiatif mengumpulkan dana agar ia dapat sekolah ke Belanda. Dengan bantuan Horensma, Tan Malaka mendaftar dan diterima di **Rijkskweekschool** di Haarlem, Belanda. Horensma turut membantu mencarikan tempat tinggal dan membiayai perjalanannya.


---


### 


Pada usia 17 tahun, Tan Malaka berangkat ke Belanda. Ia mendalami filsafat, ekonomi, dan ilmu sosial yang saat itu berkembang pesat akibat Revolusi Industri. Meskipun terjadi perkembangan teknologi luar biasa seperti mobil, pesawat, dan telegraf, muncul ketimpangan sosial yang akut antara buruh dan pengusaha. Hal ini membentuk semangat perjuangannya.


---


### 

Fenomena sosial-ekonomi yang timpang di Eropa mendorong Tan Malaka untuk terus belajar, meskipun ia harus menghadapi kondisi cuaca yang ekstrem dan tantangan sebagai seorang pribumi dari negeri jajahan. Akibat perbedaan iklim dan gaya hidup, kesehatannya menurun drastis dan ia mengalami gangguan paru-paru.


---


### 


Dalam bukunya *Dari Penjara ke Penjara*, Tan Malaka menulis bahwa ia menderita pleuritus (radang selaput dada) sejak tahun 1915, tiga bulan sebelum ujian guru. Ia tinggal di kamar sempit yang tidak sehat dan makan seadanya, yang memperburuk kondisi kesehatannya.


---


### 


Ia juga enggan memakai jaket tebal sehingga kesehatannya semakin memburuk di tahun 1916. Dokter akhirnya memberikan surat izin agar ia tetap bisa mengikuti ujian akhir di Rijkskweekschool.


---


### 


Sayangnya, Tan Malaka tidak lulus dalam seluruh ujian karena kondisi tubuhnya yang lemah dan kesehatannya yang menurun drastis. Selain itu, ia mulai terlilit hutang selama tinggal di Belanda.


---


### 


Namun, pengalaman tinggal bersama keluarga buruh yang menjadi induk semangnya menumbuhkan empatinya terhadap perjuangan kelas pekerja. Pergaulan itu, ditambah dengan literatur sosial dan ekonomi yang dibacanya, memperkuat pandangannya terhadap keadilan sosial. Pada saat bersamaan, dunia mulai menyambut ideologi baru: sosialisme dan komunisme.


---


**Kesimpulan Umum Bagian Pertama:**


Bagian pertama transkrip ini mengisahkan awal kehidupan Tan Malaka sebagai seorang revolusioner Indonesia yang terlupakan. Kisahnya dimulai dari latar belakang keluarga religius Minangkabau, pendidikan keras yang ia tempuh di kampung hingga Belanda, dan bagaimana pergolakan sosial dunia mempengaruhi pemikiran serta perjuangannya. Meskipun kesehatannya memburuk, semangat Tan Malaka tidak luntur. I

a terus menyerap pemikiran baru yang kemudian membentuk dasar perjuangan ideologisnya untuk kemerdekaan Indonesia.