**Lamang Tanjung Ampalu: Kisah Haru dari Tanjung Ampalu ke Bukittinggi**
Di sebuah desa kecil bernama Tanjung Ampalu, Koto VII, Sijunjung, hiduplah sebuah keluarga sederhana yang terdiri dari Gozali, Umayyah, dan dua putranya, Yatin dan Zaidin. Kehidupan keluarga ini penuh perjuangan. Gozali bekerja di hutan, sementara Umayyah membuat lamang untuk dijual ke pasar-pasar sekitar. Kedua anaknya, Yatin dan Zaidin, tumbuh di bawah bimbingan dan kerja keras orang tua mereka.
Namun, sebuah insiden kecil menjadi awal dari perjalanan panjang yang penuh liku bagi keluarga ini.
### Konflik yang Memisahkan
Suatu hari, Umayyah meminta Zaidin untuk mengantarkan makan siang Yatin yang sedang bekerja di sawah. Sayangnya, Zaidin tergoda bermain bersama teman-temannya di perjalanan hingga lupa pesan ibunya. Saat makan siang itu akhirnya tiba, nasi dalam rantang sudah dipenuhi semut merah. Yatin yang lapar menjadi sangat marah. Insiden ini memicu ketegangan yang membuat Zaidin mendapat teguran keras dari ibunya.
Merasa kecewa dan sedih atas amarah ibunya, Zaidin memutuskan meninggalkan rumah pada malam hari tanpa berpamitan. Dengan perasaan bersalah, ia berjanji suatu hari akan kembali membawa kebanggaan untuk keluarganya. Ia pun memulai perjalanan ke Kota Padang, di mana nasib membawanya bertemu seorang ibu angkat yang baik hati. Ibu angkat ini memberinya rumah, pendidikan, dan kasih sayang, hingga akhirnya Zaidin mampu mengubah hidupnya.
### Perjalanan Menuju Sukses
Berkat kecerdasannya, Zaidin berhasil menyelesaikan pendidikan hingga menjadi seorang dokter. Ia bekerja di sebuah rumah sakit di Bukittinggi, jauh dari kampung halaman dan keluarganya. Meski hidupnya mulai mapan, kenangan tentang Tanjung Ampalu dan keluarganya tetap membayangi hatinya.
Di sisi lain, Umayyah dan Gozali tidak tinggal diam. Mereka terus mencari Zaidin sambil berjualan lamang. Bertahun-tahun berlalu, tetapi usaha mereka belum membuahkan hasil. Meski demikian, cinta seorang ibu membuat Umayyah tak pernah menyerah.
### Pertemuan yang Mengharukan
Suatu hari, saat Zaidin menikmati waktu luang, ia mendengar alunan lagu Minang yang mengingatkannya pada kampung halaman. Tergerak oleh kerinduan, ia memutuskan untuk kembali ke Tanjung Ampalu. Namun, setibanya di sana, ia hanya menemukan rumah masa kecilnya dalam keadaan kosong dan tak terurus. Dari seorang tetangga, ia mengetahui bahwa keluarganya telah pergi mencarinya sejak 14 tahun lalu. Dengan hati yang berat, Zaidin kembali ke Bukittinggi.
Tak lama setelah itu, hidup membawa kejutan tak terduga. Saat istrinya, Nurhayati, membeli lamang di pasar, mereka bertemu seorang ibu tua yang berjualan lamang. Tanpa disadari, lamang yang dibeli Nurhayati menjadi jembatan pertemuan Zaidin dengan ibunya, Umayyah. Percakapan sederhana tentang lamang Tanjung Ampalu membuka kisah haru. Ketika Umayyah menyebut nama anak-anaknya, Zaidin tak kuasa menahan tangis dan langsung bersimpuh di kaki ibunya.
### Akhir yang Bahagia
“Ibu, ini Zaidin, anak ibu. Maafkan Zaidin yang telah meninggalkan ibu selama ini,” ucap Zaidin penuh haru.
Pertemuan yang ditunggu selama 14 tahun itu akhirnya terjadi. Zaidin kembali ke pelukan ibunya, dan keluarga yang tercerai-berai akhirnya berkumpul kembali. Zaidin membawa kedua orang tuanya ke Bukittinggi untuk tinggal bersamanya, menjalani sisa hidup dalam kebahagiaan.
### Penutup
Kisah Zaidin dan keluarganya adalah pelajaran berharga tentang cinta, pengorbanan, dan pentingnya menghargai keluarga. Dari Tanjung Ampalu hingga Bukittinggi, perjalanan hidup mereka mengajarkan bahwa sebesar apa pun kesalahan dan sejauh apa pun seseorang pergi, kasih sayang keluarga adalah tempat kembali yang sejati.
---
**"Lamang Tanjung Ampalu"** bukan hanya sebuah makanan khas, tetapi juga simbol harapan dan cinta yang menyatukan kembali keluarga. Mungkin, di balik sepotong lamang, ada cerita yang menyentuh hati seperti kisah Zaidin dan ibunya.
Cerita ini di buat dari cerita rabab Hasan Basri :LAMANG TANJUANG AMPALU