TOKOH REVOLUSIONER YANG TERLUPAKAN
---
###
Di tengah kondisi politik global yang kacau dan tidak menentu, kita buka dengan mengangkat seorang tokoh revolusioner yang disebut sebagai salah satu bapak rakyat Indonesia. Ia adalah sosok yang pertama kali memperkenalkan istilah “Republik Indonesia” di ranah internasional, bahkan jauh sebelum Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan. Tokoh ini hidup dan berjuang dalam bayang-bayang, tanpa banyak diketahui publik, namanya dilupakan seperti nasib hidupnya sendiri yang penuh kesunyian.
---
###
Tokoh ini bukanlah pejuang yang mencari popularitas. Ia berjuang hampir sendirian demi kemerdekaan Indonesia melalui berbagai cara: menulis buku, membentuk organisasi massa, ikut berperang, hingga akhirnya menjadi buronan internasional karena pandangan politiknya. Dalam pelariannya, ia menggunakan lebih dari 20 nama samaran dan aktif dalam pergerakan revolusioner di negara-negara Asia Tenggara seperti Cina, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Ia sering berbicara di forum-forum internasional, meminta dukungan atas kemerdekaan Indonesia, dan karena kecakapannya berbahasa serta ideologinya yang kuat, ia dikenal oleh tokoh-tokoh komunis dunia. Akibatnya, ia masuk daftar hitam Interpol dan diburu oleh negara-negara kolonial seperti Amerika, Inggris, Prancis, dan Belanda.
---
###
Tokoh yang dimaksud adalah **Tan Malaka**, seorang revolusioner Indonesia yang menolak kompromi dalam perjuangan. Ia memandang bahwa kemerdekaan harus diperjuangkan dan dipertahankan secara total. Baginya, berdialog dengan penjajah sama saja dengan melegitimasi penjarahan yang telah dilakukan selama ratusan tahun terhadap kekayaan Indonesia.
---
###
Karena prinsip dan keyakinannya yang teguh, Tan Malaka akhirnya harus meregang nyawa oleh peluru bangsanya sendiri. Meskipun seluruh hidupnya diabdikan untuk kemerdekaan Indonesia, ia menjadi korban konflik internal di masa revolusi pasca-kemerdekaan. Untuk memahami lebih dalam tentang perjuangannya, kisah hidup dan pemikirannya perlu ditelusuri sejak masa kelahirannya.
---
###
Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Pandan Gadang, Suliki (kini termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat). Nama aslinya adalah **Ibrahim**, namun karena ia berasal dari keluarga semi bangsawan dari garis ibu, ia nantinya akan mendapatkan gelar kebangsawanan, menjadi **Ibrahim Datuk Sultan Malaka**. Ayahnya, H.M. Rasad Chaniago, adalah seorang mantri kesehatan yang bekerja untuk pemerintah daerah dan digaji cukup baik, sementara ibunya, Rangkayo Sina Simabur, berasal dari keluarga terpandang.
---
###
Ayahnya hanyalah pegawai biasa, tetapi kehidupan keluarganya cukup stabil. Mereka menjalani kehidupan religius yang ketat, menganut ajaran Islam secara puritan. Lingkungan keluarga ini sangat patuh pada perintah agama dan menjalankan syariat Islam secara disiplin.
---
###
Sejak kecil, Tan Malaka dididik secara religius dan hidup di surau (masjid kecil), hal yang lazim di masyarakat Minangkabau. Di usia lima tahun, ia tinggal di surau dan belajar agama serta pencak silat. Ia tumbuh bersama anak-anak kampungnya dan mulai menunjukkan bakat intelektual sejak usia dini.
---
###
Di surau, Tan Malaka menunjukkan kecerdasannya. Ia adalah anak yang ceria dan tekun. Ia menghafal Al-Qur'an sejak kecil dan mampu menafsirkannya karena telah menguasai bahasa Arab sebelum usia 10 tahun. Di usia 11 tahun, ia mendaftar ke **Kweekschool**, sebuah sekolah guru di Fort de Kock (kini Bukittinggi).
---
###
Tan Malaka sangat menikmati masa-masa belajarnya di Kweekschool yang penuh disiplin. Ia unggul dalam bahasa Belanda dan mendapatkan dukungan dari seorang guru Belanda bernama G.H. Horensma, yang melihat bakatnya. Horensma memotivasi Tan Malaka untuk menjadi guru bahasa Belanda. Ia juga dikenal unggul dalam olahraga, khususnya sepak bola.
---
###
Setelah lima tahun, pada tahun 1913 Tan Malaka lulus dari Kweekschool. Ia mendapatkan gelar Datuk secara resmi dan ditawari pertunangan dengan seorang gadis. Namun, karena ambisinya untuk terus menuntut ilmu, ia hanya menerima gelar dan menolak pertunangan tersebut.
---
###
Upacara adat dilakukan untuk menganugerahkan gelar Datuk, dan sejak itu namanya menjadi lengkap: **Sultan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka**. Ia menjadi kebanggaan kampungnya dan didukung secara kolektif oleh masyarakat untuk melanjutkan studi ke Belanda, mencerminkan tradisi Minangkabau yang mendukung pendidikan serta memiliki iklim intelektual yang kuat.
---
###
Warga kampung Tan Malaka, termasuk para kakek (engko) berinisiatif mengumpulkan dana agar ia dapat sekolah ke Belanda. Dengan bantuan Horensma, Tan Malaka mendaftar dan diterima di **Rijkskweekschool** di Haarlem, Belanda. Horensma turut membantu mencarikan tempat tinggal dan membiayai perjalanannya.
---
###
Pada usia 17 tahun, Tan Malaka berangkat ke Belanda. Ia mendalami filsafat, ekonomi, dan ilmu sosial yang saat itu berkembang pesat akibat Revolusi Industri. Meskipun terjadi perkembangan teknologi luar biasa seperti mobil, pesawat, dan telegraf, muncul ketimpangan sosial yang akut antara buruh dan pengusaha. Hal ini membentuk semangat perjuangannya.
---
###
Fenomena sosial-ekonomi yang timpang di Eropa mendorong Tan Malaka untuk terus belajar, meskipun ia harus menghadapi kondisi cuaca yang ekstrem dan tantangan sebagai seorang pribumi dari negeri jajahan. Akibat perbedaan iklim dan gaya hidup, kesehatannya menurun drastis dan ia mengalami gangguan paru-paru.
---
###
Dalam bukunya *Dari Penjara ke Penjara*, Tan Malaka menulis bahwa ia menderita pleuritus (radang selaput dada) sejak tahun 1915, tiga bulan sebelum ujian guru. Ia tinggal di kamar sempit yang tidak sehat dan makan seadanya, yang memperburuk kondisi kesehatannya.
---
###
Ia juga enggan memakai jaket tebal sehingga kesehatannya semakin memburuk di tahun 1916. Dokter akhirnya memberikan surat izin agar ia tetap bisa mengikuti ujian akhir di Rijkskweekschool.
---
###
Sayangnya, Tan Malaka tidak lulus dalam seluruh ujian karena kondisi tubuhnya yang lemah dan kesehatannya yang menurun drastis. Selain itu, ia mulai terlilit hutang selama tinggal di Belanda.
---
###
Namun, pengalaman tinggal bersama keluarga buruh yang menjadi induk semangnya menumbuhkan empatinya terhadap perjuangan kelas pekerja. Pergaulan itu, ditambah dengan literatur sosial dan ekonomi yang dibacanya, memperkuat pandangannya terhadap keadilan sosial. Pada saat bersamaan, dunia mulai menyambut ideologi baru: sosialisme dan komunisme.
---
**Kesimpulan Umum Bagian Pertama:**
Bagian pertama transkrip ini mengisahkan awal kehidupan Tan Malaka sebagai seorang revolusioner Indonesia yang terlupakan. Kisahnya dimulai dari latar belakang keluarga religius Minangkabau, pendidikan keras yang ia tempuh di kampung hingga Belanda, dan bagaimana pergolakan sosial dunia mempengaruhi pemikiran serta perjuangannya. Meskipun kesehatannya memburuk, semangat Tan Malaka tidak luntur. I
a terus menyerap pemikiran baru yang kemudian membentuk dasar perjuangan ideologisnya untuk kemerdekaan Indonesia.